Kamis, 18 Desember 2008

Penghuni Ramah di Pemukiman Padat Penduduk


Saat memasuki daerah pemakaman umum Panampu di kecamata Tallo makassar, saya tidak pernah membayangkan ada sebuah pemukiman penduduk dengan rumah yang berjejeran begitu padat di samping kiri, kanan, dan belakang sekitar lokasi pekuburan tersebut. Di sebelah utara lokasi pemakaman umum tersebut, terdapat pemukiman warga yaitu RW V kelurahan Suangga. Di sebelah selatannya ada pemukiman warga kelurahan Lembo. Dan di bagian baratnya, jika dilihat dari arah jalan masuk pemakaman, ada pemukiman warga yang tampak begitu ramai oleh lalu lalang warga.

Perlahan saya pun melangkah menyusuri jalan setapak yang berada di tengah-tengah lokasi pemakaman, membentang bag membelah dua area pemakaman. Sebelum memasuki daerah tersebut, sangat minim informasi yang saya ketahui tentang kelurahan Lembo, yang letaknya di sebelah barat pemakaman tersebut. Saya hanya mendapat gambaran tentang situasi daerah tersebut dari ibu ketua RW V kelurahan Suangga. Ia beberapa kali berpesan pada saya untuk hati-hati ketika masuk ke daerah tersebut. Jangan bawa duit yang banyak kesana, juga kalau bawa hand phone jangan di pegang di tangan pada saat jalan karena biasa ada orang yang dirampok dan dirampas hand phonnya saat melintasi jalan menuju Lembo.

Terbersik di kepala, saya akan memasuki kawasan penduduk dengan orang-orang yang tidak ramah di dalamnya.Akan mendapat tatapan mata yang tajam saat berpapasan atau bertemu dengan orang-orang. Jalan setapak yang membelah dua area pemakaman sudah saya lewati. Di ujung jalan setapak, saya tiba-tiba bingung harus menuju kearah mana, sebab di depan saya ada persimpangan tiga jalan setapak. Arah mana yang harus saya susuri untuk sampai ke lokasi Rt B Rw V kelurahan Lembo? Kemudian saya pun memutuskan untuk bertanya pada ibu-ibu yang sementara tampak asyik bergosip di samping warung dengan beberapa jualan makanan berderet mengisi warung tersebut, hanya berjarak kurang lebih tiga meter dari area pemakaman Panampu.

Saya pun tersenyum kepada seorang ibu yang sementara duduk di samping warung tersebut. Kemudian menyambung senyuman itu dengan sebuah pertanyaan 'boleh tanya, rumaha pak kala ketua Rt B, Rw V Lembo dimana Bu? Tak disangka, ibu itupun kemudian membalas senyumanku dengan sebuah senyuman bersahabat pula dan kemudian membantu menunjukan arah jalan menuju rumah pak kala. Sayapun melanjutkan perjalanan mencari rumah pak kala. Tiba-tiba saja, ada seorang lelaki naik sepede menghampiri dari arah belakang. Menyapaku dan langsung bertanya “cari ketua Rt B ya Pak”? Saya pun menjawab “iya Pak”. Langsung saja ia memperkenalkan diri, kalau dia adalah orang yang saya cari, ketua Rt B Rw V yang menjadi wilcah ke dua penelitian kami.

Ternyata pak Kala dari tadi memperhatikan saya sejak berjalan sekitar 10 meter dari rumah pak Rw V Suangga yang jaraknya sekitar 500 m dari lokasi tempat tinggalnya. Dia juga mengikuti saya dari belakang. Saat ia melihat saya bertanya pada warga, pak kala pun kemudian menduga-duga kalau saya adalah petugas pendata yang akan meneliti di Rt B yang dipimpinnya, sebab malam sebelumnya, mbak Fita (supervisor kami) telah datang ke rumahnya untuk mengkonfirmasikan kalau saja besok siang akan ada anggotanya yang akan datang untuk melakukan wawancara dengan beberapa orang warga, beliaupun mempersilahkan kami untuk memulai kegiatan wawancara sekitar pukul 2 siang, karena sekitar jam 1 siang, ia sudah pulang kerja. Lebih cepat dari hari-hari sebelumnya.

Namun karena sudah jam 2 siang, belum juga muncul pendata di lokasi Rt'nya, iapun berinisiatif untuk datang ke rumah ketua Rw V Suangga yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Namun lucunya, pak kala tidak sampai ke rumah pak Rw yang kebutulan menjadi base camp kami. Dia hanya berdiri di pos ronda pemakaman yang jaraknya sekitar 100 m dari base camp kami, sambil memperhatikan rumah pak Rw, menunggu datangnya petugas pendata. Itulah sedikit cerita awal perkenalan saya dengan pak kala, ketua Rt B, Rw V kelurahan Lembo.
Kehidupan keluarga pak Kala begitu sederhana. Rumahnya hanya berukuran 4 x 6 meter persegi, yang dihuni oleh 6 orang anggota rumah tangga.Hanya memiliki satu ranjang besar, yang bisa ditempati tiga orang. Sedangkan sebagian anggota keluarga yang lainnya, melantai pada saat tidur, dengan beralaskan sebuah tikar rotan.

Dibalik kesederhanan keluarga pak Kala, tersimpan segudang cinta disana. Nuansa cinta tersebut dapat saya rasakan dengan keramahan istri beliau dan sambutan anak-anak mereka. Selama dua hari berada di Rt B untuk melakukan wawancara, anak pak Kala yang bernama Asbar sangat setia menemaniku untuk keliling mendatangi rumah warga untuk wawancara. Ia pun langsung akrab dengan saya, bahkan dia langsung menganggap saya sebagai kakaknya. Setelah pendataan di lokasi Rt B selesai, bahkan Asbar sempat berniat untuk ikut ke Tana Toraja, untuk bantu-bantu penelitian kamiwalaupun tidak dibayar. Namun karena ia sementara sekoloh di STM, saya pun menyarankan kepadanya untuk fokus pada sekolahnya dulu.
Rt B, Rw V Lembo adalah sebuah pemukiman padat penduduk. Hampir tidak ada spasi antara satu rumah dengan lainnya kecuali jalan setapak dengan lebar 1 meter. Lingkungan Rt ini pun tampak bersih dan terawat. Paling sedikit 2 kali sebulan, warga bahu membahu kerja bakti untuk membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka. Terutama bagian halaman depan rumah, selokan dan jalan setapak.

Mobilitas penduduk di malam hari pun masih ramai oleh warga. Sebab sebagian warga mereka ada yang bekerja di malam hari. Terutama yang bekerja di sekitaran daerah pelabuhan Soekarno Hatta makassar. Ada juga sebagian warga yang baru pulang kerja di malam hari. Antara sekitar pukul 10 – 12 malam. Kebetulan juga, lokasi Rt pak Kala berada sedikit di bagian depan, dan masih ada banyak rumah warga yang sudah tidak termasuk bagian dari lingkungan Rt mereka. Jalan setapak depan rumah pak Kala adalah jalan utama yang menghubungkan lokasi pemakaman Panampu dengan pemukiman warga di bagian belakang.
Kenang-kenangan yang masih tersimpan saat bersama pak Kala adalah sebuah korek gas yang diberikannya padaku, disertai satu bungkus rokok sampoerna kecil isi dua belas batang, pada saat saya silaturahmi dan bercanda gurau di rumahnya, saat semua kegiatan wawancara di Rt tersebut selesai.

Saat memberi korek gas tersebut, pak Kala berpesan “kalau gas yang ada pada korek itu telah habis d an atau rusak, kenangan serta pengalaman selama dua hari bersama dia dan keluarganya yang sangat singkat itu jangan ikut terbuang dan hilang. Beliaupun bilang kalau pintu rumahnya akan senantiasa terbuka untuk dikunjungi. Katanya sambil tersenyum dingin.
Panampu, 19 Sept 08

Tidak ada komentar: