Senin, 12 Oktober 2009

Akhirnya, buku "Naskah Buton, Naskah Dunia" terbit juga



Siang tadi, selepas kuliah teori sosiologi saya mengikuti Seminar Internasional yang diadakan oleh Jurusan Hubungan Internasional. Tema seminarnya menarik dan juga tidak dipungut biaya. Baru saja memasuki ruang seminar, tiba-tiba telponku berdering, melihat nomor telepon yang memanggil, saya langsung segera mengangkatnya. Tak perduli dengan orang-orang di sekeliling yang sedang serius menyimak persentase pemakalah, saya juga asyik sibuk dengan pembicaraan di telepon walaupun sedikit mengganggu beberapa orang yang duduk dibangku sekitarku.

Setelah pembicaraan di telepon selesai, saya putuskan untuk tidak jadi mengikuti seminar tersebut sampai tuntas. Betapa tidak, yang tadi menelpon itu adalah Mas Eko dari Insist Press, dia memberitahukan jika buku ‘Naskah Buton, Naskah Dunia’ yang dicetak oleh Insist telah selesai dicetak sebanyak 126 buah dan sudah bisa diambil di tempat percetakan mereka.

Betapa senang saya mendengar berita itu. Ini bahkan melebihi perjanjian saya dengan pihak Insist yang semula hanya mencetak seratus buah buku saja dulu untuk kepentingan launching buku di acara ulang tahun Kota Bau-Bau tanggal enam belas nanti, sementara sisanya yang sembilan ratus buah akan menyusul kemudian. Perjanjian tersebut terpaksa saya lakukan karena pihak percetakan Insist tidak dapat menyanggupi untuk mencetak buku sebanyak seribu buah dengan waktu yang sangat singkat. Biasanya ketika buku yang akan dicetak sampai sebanyak seribu buah maka waktu percetakan yang dibutuhkan sekitar dua minggu. Memang saya akui jika percetakan buku tersebut terkesan sangat buru-buru, namun saya dan teman-teman respect tidak punya banyak pilihan. Yang kami tahu bahwa sebelum tanggal enam belas buku tersebut sudah selesai dicetak dan tiba di Bau-Bau. Makanya saya dan teman-teman memutuskan untuk mencetak seratus buah dulu, hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan launching, apalagi pihak panitia ulang tahun kota sudah menjadwalkan kegiatan tersebut.


Saya langsung meluncur ke kantor Insist Press sebab tak sabar ingin segera melihat hasil cetak bukunya. Betapa puasnya saya ketika tiba disana dan langsung memeluk buku ‘Naskah Buton, Naskah Dunia’. Jika tidak ada aral melintang, buku tersebut akan dikirim hari rabu nanti ke Makassar lewat pesawat karena waktunya sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan pengiriman menggunakan ekspedisi kapal yang ongkos kirimnya jauh lebih murah dibanding pengiriman lewat pesawat namun membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar seminggu. Dari makassar, buku tersebut akan dilanjutkan pengirimannya dengan kapal pelni sampai ke Bau-Bau. Semoga saja tidak ada kendala hingga bukunya tiba di Bau-Bau dan semoga juga launcing buku tersebut sukses dan bisa dinikmati oleh masyarakat Bau-Bau.

Buku tersebut bukan ditulis oleh saya, bukan pula oleh teman-teman respect, namun kami hanya sebagai putra Buton yang merasa terpanggil untuk mengabadikan hasil simposium pernaskahan oleh Masyarakat Pernaskahan (Manasa) yang pernah dilaksanakan di Kota Bau-Bau 2005 silam dalam bentuk buku agar kelak ia bisa abadi dan diketahui oleh generasi Buton berikutnya bahwa pernah diadakan perhelatan besar mengkaji naskah-naskah Buton, naskah melayu dan juga beberapa naskah luar lainnya. Buku tersebut diterbitkan oleh respect dan dieditori oleh Yusran Darmawan yang juga sebagai dewan pakar di respect.

Betapa disayangkan jika hasil simposium pernaskahan yang dihadiri oleh banyak peneliti dari luar Buton dan bahkan juga beberapa peneliti asing hanya tersimpan dalam memori ingatan mereka yang sempat hadir pada kegiatan tersebut. Selama ini, di Bau-Bau, hasil simposium tersebut hanya terdokumentasikan dalam bentuk foto dan makalah dan hanya tersebar atau dimiliki oleh beberapa orang saja. Kabarnya hasil symposium tersebut sudah pernah diterbitkan dalam jurnal filologi melayu di Malaysia. Namun sayangnya jurnal tersebut hanya beredar dikalangan akademis di Malaysia dan tak ada satupun yang dinikmati oleh masyarakat Bau-Bau sebagai tuan rumah penyelenggara perhelatan akbar tersebut.

Kondisi inilah yang menginspirasi saya dan teman-teman di respect untuk mempublikasikan hasil symposium tersebut dalam bentuk buku. Sayangnya pada saat kami mengumpulkan makalah-makalah yang dipersentasekan pada symposium tersebut, hanya ada tujuh makalah yang membahas tentang Buton, namun kami tak kehabisan akal. Kami pun mentaktisinya dengan memperkaya data buku tersebut dengan tambahan tulisan dari beberapa orang yang tertarik dengan kajian akan naskah Buton, dan akhirnya tulisan dengan topik atau tema yang berhubungan dengan naskah Buton pun berkembang hingga mencapai enambelas tulisan hingga rampung seperti sekang ini.

Kini buku ‘Naskah Buton, Naskah Dunia’ sudah ada sama saya. Buku ini akan menjadi saksi bahwa benih-benih intelektualitas di Buton sudah tumbuh subur sejak ratusan tahun silam. Ketika Islam masuk, dunia intelektual pun mulai bersemayam pada orang-orang Buton terutama pada para pemimpinnya. Ia akan menjadi pemantik untuk bersemainya gagasan-gagasan baru bagi kami generasi yang kini menikmati buah pemikiran mereka…

Kamis, 08 Oktober 2009

Ridwan dan Munas VIII Golkar

Tadi malam saya menonton dan mengikuti perkembangan Munas Golkar lewat TV. Saya kira juga ada banyak orang yang menonton dan mengikuti perkembangan Munas tersebut, terutama para pengamat politik. Rela begadang menanti hasil akhir dari pertarungan Abu rizal bakri Vs Surya paloh. pertarungan tersebut tidak hanya melibatkan indvidual mereka berdua, namun jauh dari itu, ini adalah pertarungan antara kubu yang memilih untuk berafiliasi dengan pemerintahan Sby-Budiono yang dimotori Ical dkk ataukah memilih independen di luar pemerintahan yang digawangi oleh Paloh Cs.

Di kubu Ical ada Agung Laksono, Akbar Tanjung dkk. Sementara di kubu Paloh kabarnya didukung JK dan kelompok muda idealis di partai itu. Saya tidak bermaksud memberikan ulasan lebih jauh tentang kekuatan politik kedua kubuh dan pertarungan yang terjadi di dalam Munas Golkar karena saya bukan pengamat apalagi pakar politik. Lebih mikro, sekedar berceritra saja tentang posisi dan dukungan politik DPD 1 Golkar beserta DPD 2 Kabupaten/kota di Sultra.

Saat mendengar Mc (panitia Munas) berkata "selanjutnya siap-siap Sulawesi Tenggara", saya langsung mendekatkan diri dengan layar TV. Terlihat Ridwan Bae(ketua DPD 1 Golkar Sultra) dengan percaya diri berjalan menuju bilik suara dan memasukan kertas suara ke kotak yang tersedia, kemudian disusul oleh Safei Kahar(Ketua DPD 2 Golkar Buton), kemudian Ruslimin Mahdi(Ketua DPD 2 Golkar Bau-Bau) dan kemudian menyusul ketua DPD 2 lainnya. Kemana dukungan dan suara DPD 1 Sultra beserta DPD 2nya ? Bagi orang-orang yang sering mengikuti jejak politik Ridwan Bae, pastilah mereka akan bilang kalau dukungan dan suara DPD 1 dan DPD 2 Golkar di Sultra akan memilih calon yang peluangnya paling besar untuk menang.

Jika DPD 1 beserta seluruh DPD 2 Golkar Sulsel telah komitmen memberikan dukungannya kepada Surya Paloh, berbeda halnya dengan DPD 1 Sultra beserta DPD 2nya. Jika pada pemilu presiden kemarin Sulsel, Sulbar dan Sultra menjadi daerah kemenagan JK, bukan berarti seluruh DPD1 dan DPD 2 di daerah tersebut juga otomatis akan memilih Surya paloh pada Munas Golkar tadi malam, sebab peta politik Pilpres jauh berbeda dengan peta politik yang ada di Munas Golkar kemarin.

Saat perhitungan suara selesai, nampak ketua DPD 1 Golkar Sultra berpelukan dengan kawan disampingnya menampakan ekspresi kemenagan. Hal tersebut mempertegas kemana arah dukungan politik Golkar Sultra pada saat pemilihan subuh tadi. Jika melihat sedikit kebelakang, tentang proses terpilihnya Ridwan sebagai ketua DPD 1 Golkar Sultra yang menggantikan Ali Mazi lewat Musdalub yang diselenggarakan di Makassar tahun lalu, tidak terlepas dari restu dan dukungan politik ketua DPP Golkar Agung Laksono. Berdasarkan kondisi tersebut, tentu saja pengaruh Agung Laksono atas dukungan politik Golkar Sultra ke salah satu calon (Abu rizal bakri) dalam Munas Golkar kali ini sangat besar. Apalagi beberapa waktu yang lalu, presiden SBY telah memberi sinyal kepada para Gubernur/Bupati/Walikota yang bermasalah dari partai Golkar untuk hati-hati dengan hukum. Pada posisi ini, saya kira tidak salah lagi kalau Ridwan sudah pasti akan menjatuhkan pilihan politiknya untuk memilih Ical. Selain sebagai balas jasa juga untuk mengamankan dirinya dari kemungkinan jeratan hukum atas kemungkinan pelanggaran yang dilakukan selama menjabat(*)

Senin, 05 Oktober 2009

malas menulis

Hampir sebulan tidak ada tulisan baru yang saya buat, walaupun ada beberapa coretan kecil tentang beberapa pengalaman melakukan perjalanan selama berada di kampung halaman. entah kenapa, selama berada di kampung, saya dihampiri kemalasan yang sangat amat untuk menulis walau hanya sekedar untuk menceritakan pengalaman saya selama berada di kampung sehingga beberapa coretan tersebut tidak bisa saya selseaikan dan akhirnya lewat begitu saja. apalagi sewaktu berada di kampung, saya sangat malas untuk ke warnet.

sekarang saya kembali berada di perantauan. moga-moga saya bisa sering menulis walau hanya seputar pengalaman hidup di perantauan...