Rabu, 12 Juni 2013

Catatan Pinggir di Kampus Unidayan

Tiap kali menginjakan kaki di dalam kampus, saya selalu merasakan adanya denyut nadi pengetahuan yang terus hidup dalam tiap tubuh manusia yang berseliweran di dalamnya dengan beragam aktivitas. Saya sering membayangkan betapa merdekanya manusia-manusia yang hari-harinya bersahabat dengan dunia kampus. Mereka yang terus menempah pengetahuan dengan berbagai bacaan dan forum-forum diskusi.

Sudah tiga bulan lebih saya menjalani sebagian hari-hariku di kampus Unidayan Baubau. Ya, sekarang saya mengajar di jurusan Sosiologi Fisip Unidayan dengan status sebagai dosen luar biasa (LB). Pilihan yang awalnya cukup sulit saya ambil karena harus memulai segalanya dari awal. Saya harus jujur mengatakan bahwa saya harus memulai proses beradaptasi kembali di Baubau kota kelahiran saya. Betapa tidak, kira-kira 10 tahun lebih saya menghabiskan waktu di perantauan. Tujuh tahun bermukim di Kota Makassar sejak tahun 2002 sampai tahun 2009 (6 tahun kuliah dan setahun wara wiri tak jelas). Kemudian tiga tahun di Jogja untuk melanjutkan studi di pascasarjana Sosiologi UGM. Setelah menuntaskan studi di Jogja, saya masih wara wiri kembali di Kota Makassar sekitar dua bulan lamanya.

Sejak bulan Februari kemarin saya memutuskan untuk menetap di Baubau dan memilih kampus Unidayan sebagai tempat belajar dan berbagi sesuatu pengetahuan dengan beberapa mahasiswa yang mengambil mata kuliah saya. Di minggu-minggu pertama mulai mengajar, saya tak punya banyak teman di kampus ini. Hanya beberapa kerabat dosen dan mahasiswa Unidayan angkatan lama yang saya kenal di luar kampus.

Untungnya, di Baubau saya punya beberapa sahabat di komunitas Respect (lembaga yang kami dirikan 5 tahun lalu sebagai ruang koja-koja bagi alumni Makassar) yang punya banyak waktu untuk menjadi teman ngobrol dan berbagi pengetahuan. Para sahabat dan kerabat yang tak banyak itulah yang kini menguatkan niat saya untuk menetap di Kota Baubau dengan kerjaan baru sebagai dosen luar biasa di sebuah perguruan tinggi swasta yang terus berbenah memperbaiki kualitas pendidikan di kota ini.

Ya, semoga saya bisa cepat beradaptasi dengan situasi baru sembari belajar tentang makna hidup, terus menempah diri dalam jagad pengetahuan di tiap sudut-sudut kampus Unidayan.


Higado, Baubau 11 Juni 2013.

Gagal Terbang

Ini adalah cerita tentang perjalanan yang gagal. Teledor, tidak bisa mengatur waktu sesuai agenda yang sudah terjadwal adalah bagian dari kebiasaan aneh (untuk tidak mengatakannya kebiasaan buruk) yang ada pada diri saya.

Kemarin , tepatnya hari kamis pagi, sekitar pukul tujuh lebih sedikit waktu Baubau, saya memutuskan untuk ke Makassar. Sekitar pukul Sembilan pagi saya menuju travel penjualan tiket pesawat untuk memesan tiket penerbangan Baubau tujuan Makassar. Beruntung, saya masih mendapatkan satu seat kosong terakhir  untuk rute penerbangan tersebut dengan jadwal penerbangan pukul 11.50 Wita (boarding 11.20 Wita).

Jika dirunut kronologisnya, selang waktu setelah membeli tiket dengan jadwal penerbangan terpaut kurang lebih dua jam. Setelah membeli tiket di sebuah travel dekat masjid raya Baubau, saya langsung pulang ke rumah lalu mulai mempersiapkan pakaian dan sejumlah keperluan lainnya yang akan dibawa ke Makassar. Saat lagi mengemas-ngemas barang, ponakan saya yang berumur dua tahun lagi asyik bermain di dekat saya seraya mengajak untuk menemaninya bermain. Seolah terhipnotis oleh ajakannya, saya seketika larut dalam permainan yang dia ciptakan, kemudian asyik bermain bersamanya.

Saking asyiknya bermain, saya tak sadar kalau jam sudah menunjukan pukul 11 lewat. Terkaget, saya  langsung buru-buru mandi, kemudian makan siang. Waktu kini menunjukan pukul 11.20 Wita. Saya lalu mulai panik tak karuan. Sialnya, saat hendak keluar rumah, hujan deras seketika membasahi bumi. Ya ampunnn, kecemasan akan ditinggal pesawat mulai menyelimuti pikiran dan suhu tubuhku seketika terasa tak normal. Beruntung, ada mobil tangki  air bapa Hendra yang datang untuk mengisi air di rumah (bapa hendra tiap hari mengisi tangki mobilnya dari sumber air sumur di rumah saya) . Setelah tangki mobilnya terisi penuh, saya lalu minta tolong untuk diantar ke jalan Betoambari untuk mencari taxi atau angkutan umum arah bandara Betoambari Baubau. Sekitar lima menit berdiri dipinggir jalan dengan guyuran rintik hujan, tak ada satupun taxi dan angkot yang lewat, hanya bentor (becak motor) yang melintas. Tak mau berlama-lama menunggu, saya pun langsung menahan bentor dan minta diantar ke Bandara.

Sekitar satu kilo meter menumpang bentor, kepanikan saya makin menjadi-jadi karena bentor yang saya tumpangi melaju dengan lambat. Karena hujan perlahan mulai reda, saya pun memutuskan untuk mengganti tumpangan dengan ojek. Kesialan tak kunjung menjauh, belum cukup satu kilometer kira-kira perjalanan dengan ojek, hujan tiba-tiba mengguyur lagi dengan deras. Pengendara ojek bertanya pada saya, apa kita berteduh untuk menghindari guyuran hujan atau kita tembus saja hujan dengan risiko kebasahan? Saya meminta ojeknya untuk terus saja melaju (saya bilang ke pengendara ojek akan menambah ongkos sebagai kompensasi mengantar saat hujan) dengan cepat sekalipun hujan terus mengguyur dan jarak pandang agak terganggu dan jalanan cukup licin karena basah.

Saya pun akhirnya sampai di bandara Betoambari Baubau. Saat memasuki area parkir bandara, zzmmmmm, pesawat Lyon meluncur dari balik ruang tunggu bandara, menukik tajam seolah menembus langit. Huuffffffft, saya hanya bisa melotot memandangi pesawat yang melaju kencang terbang lalu hilang di balik awan.
Saya pun menjadi tontonan orang-orang yang berdiri di depan bandara. Saya menangkap ada kesan iba dari sorot mata orang-orang yang memandangi saya. Mungkin saja ada diantara mereka yang berujar dalam hati “kasian orang ini, sudah basah kuyup kehujanan, ditinggal pesawat lagi”.

Ya, sekalipun hari itu saya gagal terbang. Rencana untuk ke Makassar tak padam. Hanya berselang sejam, saya langsung berburu tiket karcis, eh maksudnya tiket pesawat untuk penerbangan besok karena pesawat yang harusnya saya tumpangi tadi adalah penerbangan terakhir dari bandara Betoambari Baubau. 

Baubau, 31 Mei 2013.