Kamis, 14 Maret 2013

Ekspedisi Maluku Tengah 1



Tahun 2013 kali ini dalam perencanaan saya akan menjadi tahun petualangan untuk menjelajahi beberapa wilayah di Indonesia. Di penghujung akhir tahun 2012 tahun lalu, saya telah membuat beberapa perencanaan untuk berkeliling ke beberapa daerah di Nusantara antara lain ke Kepulauan Maluku, Pulau Kalimantan dan Sumatra. Untuk kepulauan Maluku yang menjadi rencana jalan-jalan saya adalah Ambon dan Pulau Ternate. Sedang di Pulau Kalimantan adalah Singkawang. Dan untuk Kepulauan Sumatra yang menjadi daerah tujuan adalah Padang dan Bengkulu.

Beberapa daerah yang saya sebutkan di atas menjadi target perjalanan saya tahun ini karena beberapa alasan.  Dari dulu, saya penasaran untuk melihat bagaimana rupa kota yang menjadi tujuan favorit perantau Buton itu. Untuk Pulau Kalimantan, Singkawang saya pilih karena saya tertarik pada kota itu setelah membaca beberapa tulisan tetang orang Tionghoa di Indonesia seperti karya Aime Dawis “Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas” dan tulisan Lim Sing Meij “Ruang Sosial Baru Perempuan Tionghoa: Sebuah Kajian Pasca Kolonial”. Ulasan mereka tentang orang Tionghoa lantas memantik keingintahuan saya yang lebih besar terhadap orang Tionghoa di Singkawang. ketertarikan pada tema-tema proses pembauran dan dialektika terkait identitas keturunan Cina di Singkawang dalam kerangka menjadi Indonesia jadi alasan kuat sehingga Singkawang jadi daerah tujuan saya tahun ini.

Pulau Sumatra saya pilih karena disana saya punya beberapa teman kuliah di pasca Sosiologi UGM dulu yang mengajak untuk main ke kampung mereka. Teman saya yang berasal dari Sumatra lumayan tersebar. Ada yang di Palembang, bengkulu, Pulau Belitung, dan Aceh. Dari sekian teman-teman saya yang tersebar di Sumatra itu, saya lebih memilih untuk main ke Bengkulu karena teman saya Hamzah Fansuri yang akrab disapa Avan adalah sahabat terdekat saya saat kuliah di UGM kemarin. Tentu saja, menginjakan kaki di Pulau Sumatra tidak lengkap jika tak mampir di Padang. Kota yang menjadi pusat peradaban bangsa Minang itu.

Nah, di awal tahun, salah satu daerah yang menjadi target saya dalam menjelajahi beberapa daerah di Nusantara sebagaimana yang saya sebutkan di atas akhirnya terwujud, walaupun dengan perencanaan yang kurang matang.  Saya cukup beruntung, teman saya Misda mengajak untuk terlibat survei tentang persepsi masyarakat tentang kepemimpinan nasional , dan lokasi yang ditawarkan adalah di Kabupaten Maluku Tengah, tepatnya di desa Lahakaba. Sy tidak berpikir lama untuk menerima ajakannya. Honor yang ditawarkan untuk survei itu tidak besar. Tapi saya sama sekali tidak mempersoalkan besaran honor yang akan diterima. Yang ada di kepala saya saat itu adalah bisa jalan-jalan ke Ambon sebelum dan atau sesudah ke Maluku Tengah tanpa mengeluarkan duit pribadi itu sudah lebih dari cukup..heehe

Perjalanan saya ke Kepulauan Maluku dalam rangka melakukan survei  persepsi publik masyarakat Indonesia terhadap kepemimpinan nasional yang diselenggarakan oleh Berita Satu Media Holding. Sebuah stasiun Televisi berita yang untuk sementara ini hanya bisa diakses secara online melalui jaringan internet dan di beberapa jaringan TV Kabel di beberapa kota besar Indonesia. Tiap kali terlibat survei, saya selalu menikmati jika ditempatkan pada lokasi yang berada jauh dari pusat keramaian kota. Dan kali ini, lokasi yang menjadi tugas survei saya adalah desa Lahakaba, sebuah pulau di Kabupaten Maluku Tengah yang letaknya kuranglebih 100 km dari pusat kota dan bisa ditempuh  kuranglebih 5 jam dari Kota Masohi, Ibukota Maluku tengah. 

Hari itu, dini hari tanggal 03 januari 2013 tepatnya sekitar pukul 02 malam saya meluncur dari arah Jl Kancil menuju Bandara Internasional Hasanuddin. Saat itu cuaca kurang bersahabat sebab hujan dengan malu-malu jatuh membasahi bumi hingga menambah dinginnya malam. Dengan membonceng motor teman, saya menerobos rintik hujan sampai di sekitaran Tugu Adipura Tello karena teman yang membonceng harus pulang ke rumahnya di Antang. Saya lalu melanjutkan perjalanan dengan menumpang taxi. Sempat terpikir, kenapa tidak dari awal saya naik taxi sj biar aman dari terpaan rintik hujan. Ah, sudahlah. Tidak penting untuk membahas itu lebih panjang. 

Pesawat saya terbang sekitar pukul 03.45 WITA. Kurang lebih dua jam menempuh perjalanan udara, saya akhirnya mendarat di bandara Patimura Ambon. Sayangnya, saya tidak bisa menikmati pemandangan Kota Ambon dari atas pesawat karena kabut masih menutupi wajah kota itu dari ketinggian. Waoww, akhirnya saya pun menginjakan kaki di Kota Ambon, Pulau Maluku. Pulau yang diberi predikat oleh sejumlah penulis asing sebagai Belanda Hitam.  

Pemandangan Kota Ambon dari ketinggian. foto: wisataambonmanise.wordpress.com
....Bersambung.....


Tidak ada komentar: