Kamis, 11 Agustus 2011

Puasa Yang Menyingkap Hijap Pengetahuan

Hari ini tidak terasa puasa Ramadhan tahun ini sudah berlalu sebelas hari. Tidak terasa pula kalau Ini kali ke tiganya puasa saya jalani di Kota Yogyakarta sejak tahun 2008 silam. Namun setelah menjalani sebelas hari puasa, nampaknya saya belum merasakan hal berbeda dengan sisi spritualitas saya. Selayaknya orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, tentunya banyak harapan dan doa yang disematkan dalam bulan yang penuh berkah ini. Dengan menjalani ibadah puasa banyak orang berharap bisa melatih sisi spiritual demi lebih mendekatkan diri dengan sang Khalik. Namun bagi saya, sebelas hari puasa yang telah lewat ini belum meninggalkan bekas atau setidaknya member energy positif bagi perjalanan dan pengembaraan spritualitas saya. Sebelas hari puasa yang telah lewat ini malah hampir separuhnya saya jalani dengan tidur dari pagi hingga siang hari. 

Saya hampir tak merasakan lapar dan haus menjalani puasa karena kebanyakan waktu berpuasa itu saya habiskan dengan tidur. Kata orang sih tidur saat berpuasa itu adalah ibadah, tapi kalau hampir separuh atau bahkan lebih dari menjalani puasa itu saya habiskan dengan cara tidur-tiduran saja di kamar, apakah itu masih bisa disebut ibadah ya? Ahh, daripada pusing dengan persoalan tidur dalam menjalani dan menghabiskan waktu berpuasa, mending saya menulis hal lain saja, mungkin saja masih ada sisi lain dari puasa yang sudah saya jalani sebelas hari ini. 

Bisa jadi saya belum menjumpai atau menemukan pengalaman spiritual yang indah dengan nuansa religius yang penuh magis. Saya juga belum merasakan bahwa kualitas iman ini semakin baik dengan menjalani puasa. Tapi tanpa semua itu, sampai detik ini saya sama sekali tidak berpikir untuk meninggalkan ibadah puasa, walau hanya sekedar menahan lapar dan haus saja! Sebab disisa waktu puasa yang ada di Ramadhan kali ini, doa dan harapan untuk berbenah diri masih akan saya sematkan dalam setiap kali saat makan sahur dan ketika saya hendak berbuka puasa. 

Oh iya, ada satu hal yang mungkin bisa saya catat disini. Saat ini saya sedang mengerjakan tesis kuliah. Hampir sebulan lebih lamanya pengerjaan tesis ini terhenti. Saya bingung sendiri mau tulis apa di dalam tesis, padahal data dan bahan-bahan untuk menuntaskan tesis sudah banyak tersedia. Beberapa hari ini, pelan-pelan saya mulai menemukan ritme menulis dan sudah bisa membuat alur kerja tentang apa saja yang mesti saya tulis dan masukan ke dalam setiap item di tesis saya.  


Moga saja disisa waktu puasa ini, tidur dari pagi hingga siang menjelang sore hari yang menjadi aktifitas dalam menjalani puasa sebelas hari kemarin itu, bisa saya kurangi. Moga saja waktu yang begitu banyak terbuang hanya untuk tidur itu, waktu tidurnya bisa dipangkas kemudian digantikan dengan aktifitas menulis tesis di laptop AceR Extensa 4630 kesayangan saya ini. 

Jumat, 25 Maret 2011

Tantangan Hidup Yang tidak punya Prioritas

Hidup dengan sebuah perencanaan yang tertata dan teragenda dengan baik mungkin menjadi impian banyak orang. Menjalani hidup dengan perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya tentu akan sangat menyenangkan bagi banyak orang. Namun tidak sedikir pula orang-orang yang menjalani hidup ini tanpa agenda yang tertata dan terjadwal, seolah-olah hidup ini bag air sungai yang terus mengalir mengikuti arah arus. 

Mungkin saya termasuk orang yang menjalani hidup ini tanpa harus bergerak mengikuti perencanaan –perencanaan tertentu. Selama ini saya merasa menjalani kehidupan dengan berusaha menjalani saja apa yang ada dihadapan saya, tanpa berpikir lebih jauh kemana arah hidup ini akan dilabuhkan. Saya tidak terbiasa hidup disiplin. Tapi setidaknya sampai saat ini saya sangat menikmati apa yang ada dan sedang saya jalani sekarang.

Namun akhir-akhir ini saya mulai dibayangi sejumlah ketakutan tentang masa depan. Kekhawatiran akan masa depan yang masih samar. Hal ini wajar menghantui saya jika mengingat umur yang semakin hari terus bertambah. Di umur saya sekarang, ada banyak teman-teman sejawat yang telah berkeluarga, mereka hidup dengan pekerjaan tetap dan perlahan menata hidupnya secara bertahap seraya memasuki fase kematangan hidup, setidaknya kematangan secara material.

Akhir-akhir ini saya begitu semangat mengerjakan tesis. Saya harus segera ke lokasi penelitian jika ingin melakukan ujian akhir sebelum masa beasiswa saya berakhir bulan tujuh nanti.  Namun ditengah api semangat yang menyala-nyala itu, saya tiba-tiba harus dihadapkan dengan sejumlah pekerjaan di Jakarta yang juga harus dituntaskan dalam waktu dekat. Saya bingung untuk  menentukan prioritas mana yang mesti didahulukan. Memilih ke lokasi penelitian berarti dengan sendirinya akan memupus pekerjaan yang menanti di Jakarta bersama beberapa kawan-kawan disana. Secara, pekerjaan itu cukup menjanjikan, setidaknya ia cukup menjanjikan secara materi. Namun, ketika memilih ke Jakarta untuk menuntaskan pekerjaan itu, artinya saya harus menunda pengerjaan tesis dong. Hemmmmm, situasi yang rumit. 

Padahal sebelumnya saya bermimpi bisa menyelesaikan dua pekerjaan itu. Namun dengan mepetnya waktu yang ada sekarang, tampaknya saya harus berani memilih dan belajar menentukan prioritas apa yang mesti dijalani saat ini. Kali ini, saya mencoba belajar membuat prioritas itu. Semoga saja pilihan ini tidak keliru dikemudian hari..
Dalam suasana rintik hujan.. Sagan, Yogyakarta.