Kamis, 14 Maret 2013

Ekspedisi Maluku Tengah 3


Negeri Lahakaba adalah tempat yang sangat asing bagi saya. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar dan tahu kalau ada pulau yang namanya Negeri Lahakaba di Nusantara ini. Ketidaktahuan saya adalah sesuatu yang wajar mengingat negeri ini didiami ribuan pulau.  Kabupaten Maluku Tengah sendiri terdiri dari banyak gugusan pulau-pulau kecil yang salah satu diantaranya adalah lahakaba.  Untuk menuju negeri Lahakaba, jika perjalanan ditempuh dari Ibu Kota Masohi, maka kita harus mengambil tumpangan mobil panther atau mobil kijang dan sejenisnya yang tersedia di terminal antar Kota dengan tujuan pelabuhan Tehoru di Kecamatan Tehoru.  Sewa mobil panther menuju Pelabuhan Tehoru 50 ribu perorang.  Saya pun menumpang mobil Panther. Dengan modal sok akrab dengan pak sopir, saya akhirnya bisa menumpang duduk di depan samping pak sopir. Perjalanan dari Masohi ke Pelabuhan Tehoru kurang lebih 3 jam setengah. Saya  akhirnya sampai di Pelabuhan Tehoru sekitar pukul 4 sore.

Perjalanan menuju Lahakaba dari Pelabuhan Tehoru harus ditempuh dengan menyebrangi lautan. Secara, Lahakaba merupakan pulau terpisah dari daratan pusat kecamatan Tehoru. Tak mau berlama-lama di Pelabuhan Tehoru, sore itu pun juga saya langsung bergegas mencari tumpangan Lambot (sejenis katinting, namun tidak memiliki dinding pelindung dan atap) yang siap menuju Lahakaba. Sayangnya, sore itu sudah tidak ada lambot yang mengantar langsng menuju tempat tujuan saya. Sebenarnya sih ada lambot yang dari arah pelabuhan Tehoru langsung menuju Lahakaba namun hanya beroperasi di pagi hari. Ongkos menumpang lambot ini lumayan mahal yaitu 50 ribu perkepala. di kampung saya di Buton, paling mahal ongkos penyebrangan antar pulau dengan jarak tempuh yang kurang lebih sama dari Tehoru ke Laimo paling mahal 20 ribu perorang. Mungkin sewa lambot ini agak mahal karena hanya bisa menampung penumpang  paling banyak 8 orang, sedangkan katinting di pulau Buton bisa mengangkut penumpanmg sampai 30 orang lebih.

Saat mesin Lambot dihidupkan, saya sempat cemas. Namun saya tak punya pilihan lain saat itu karena lambot jadi satu-satunya mode transportasi untuk menuju Lahakaba dari Pelabuhan Tehoru. Ya ampunn. Walhasil, semua baca-baca yang pernah diajarkan bapak saya di kampung habis saya rapal semua agar tetap selamat sampai di tujuan.
Lambot yang saya tumpangi dari pelabuhan Tehoru ke Laimo

Petualangan mengarungi lautan dengan Lambot itu luar biasa menegangkan. Di Buton, saya sudah terbiasa naik katinting menyebarng pulau. Hanya saja, katinting yang beroperasi melayani penyebarangan antar Pulau di Buton lumayan lebih besar dari lambot dan umumnya memiliki dinding dan atap pelindung dari panas dan hujan. Di atas lambot itu, kami hanya berlima termasuk dengan bapak yang mengemudikannya. Ketegangan yang menyelimuti sedikit teredam oleh pemandangan bibir pantai dan pulau-pulau yang begitu eksotik disepanjang perjalanan.
Pulau Laimo, Maluku Tengah

Sampai di Laimo, saya harus sewa ojek lagi dengan ongkos 10 ribu ke Lahakaba. Dari Laimo, ada dua desa yang dilewati sebelum sampai ke Lahakaba dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Dua kampung yang terlewati itu merupakan kampung nasrani. Ojek yang saya tumpangi langsung mengantar saya ke rumah bapa Raja Lahakaba. Ahirnya setelah menempuh 3 jam lebih perjalanan darat, terus dilanjutkan 1 jam perjalanan laut dengan menumpang Lambot, saya pun tiba juga di Negeri Lahakaba yang langsung disambut Azan Magrib.


Tidak ada komentar: